Sang Guru Telah Berpulang
Rasanya baru saja berlalu lima tahun silam kita sama-sama berjuang dan memperjuangkan apa yang menjadi keyakinan kita pada saat itu. Namun beginilah hidup, manusia hanya berencana namun Allah yang menentukan. 20 Maret 2014 kita sedang berada dalam masa-masa yang cukup sulit, berjuang menaikkan elektabilitas dengan modal keyakinan, harapan dan mimpi besar yang di balut dalam doa.
Ya meskipun pada akhirnya keyakinan, harapan dan mimpi besar berselimut doa itu tak pernah menjadi nyata hingga akhir hayatmu. Namun bukan berarti keyakinan, harapan, dan mimpi besar itu akan ikut terkubur dalam pusaramu. Semua itu masih ada tersimpan dalam benak kami anak-anakmu dan istri tercinta yang selalu kau rindukan itu walaupun hanya di tinggal ke pasar sebentar.
20 Maret 2019, juga menjadi hari-hari yang sulit sama seperti lima tahun silam saat kita ikut meramaikan kontestasi pileg sebagai bentuk kecintaan warga negara terhadap sistem demokrasi negeri ini. Kemarin adalah hari rabu terpanjang dalam hidup kami semua, namun kami yakin hari itu adalah hari yang terbaik untuk kita semua. Meskipun kepergianmu menyisakan pilu yang mendalam, namun kami bangga atas segala sesuatu yang pernah dirimu ajarkan kepada kami.
Engkaulah sang guru, guru memasak, guru disiplin, guru mengemudi, guru berbuat baik, guru politik, guru berusaha dan guru dari segala ilmu kehidupan yang telah aku terima kurang lebih selama 18 tahun. Setiap hari, sepanjang waktu ada-ada saja mata pelajaran yang kau berikan kepada kami. Mulai dari bagaimana seharusnya bersikap dan mengargai orang lain, menerima kekalahan dengan lapang dada serta menjalani takdir dengan sepatutnya. Tidak mengeluh, tidak mudah menyerah, tidak putus asa, yang aku ingat darimu hanyalah berjuang-berjuang dan berjuang. Kerja-kerja dan kerja, tiada hari tanpa berkerja. Perihal ada atau tidak pundi-pundi yang kau bawa pulang untuk keluarga dirumah itu urusan tuhan dan dirimu telah berusaha pada hari itu, kemarin, esok, dan seterusnya. Hingga, suatu hari sakit yang membuatmu istirahat untuk berkerja.
Meskipun begitu semangat untuk mencari nafkah tidak luntur begitu saja. "selama otak masih bisa berfikir, usahamu terus berjalan walaupun sebagaian tubuhmu lumpuh" kegigihanmu terkadang membuatku merinding sendiri di kejauhan (jogja) jika teringat akan semua hal itu. Hari ini kau tak lagi bersama kami namun mimpi-mimpimu telah menjadi mimpi-mimpi kami anak-anakmu.
Sekarang aku mengerti pagi itu saat kita berjalan kaki menuju travel yang ada di jalan dipatiukur Bandung Ayahanda pernah berwasiat bahwa kuliahmu hanya diberikan jatah lima tahun. Namun kau tak pernah memberikan alasan dari wasiat itu, yang aku pikirkan mungkin semua terkait finansial. Namun hari ini aku menyadari bahwa lima tahun itu bukan sekedar perihal finansial semata. Maafkan aku Ayahanda yang terlalu banyak ingin tahu dan belajar sama sepertimu hingga melupakan amanah itu. Semua tinggal menjadi penyesalan, namun bukan berarti aku akan berhenti. Kami tetap akan mewujudkan mimpi-mimpi itu, inginmu anak-anakmu jangan memiliki nasib yang sama denganmu. Namun Ayahanda tidak perlu khawatir, sidik jari setiap manusia saja diciptakan berbeda oleh-Nya. Apalagi nasib insyaallah tentulah akan berbeda jua, semoga semuanya menjadi seperti yang Ayahanda harap dan inginkan.
Kami semua mencintaimu, selamat jalan, sampai jumpa..
Tidak ada komentar